Senin, 21 Januari 2013

aku dan puisi malam ini.......

    Malam ini sendiri dipojok  ranjang ditemani laptop dan kacamata membaca dan memahami bait-bait karya sastra yang gue baca,bulu gua merinding dengan bait-bait yang menurut gue mengandung arti dalem banget,,mulai menikmati kata demi kata yang tersusun rapih didalam tiap baitnya..........

aku dan bait-bait puisi  malam ini :)))

 

AKU BERADA KEMBALI 

Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.

Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh

(1949)


RUMAHKU

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Kaca jernih dari segala nampak

Kulari dari gedung lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Disini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
jika menagih yang satu

(April 1943)



SELAMAT TINGGAL

Aku berkaca
Ini muka penuh luka
Siapa punya ?

Kudengar seru menderu
dalam hatiku
Apa hanya angin lalu ?

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Ah.......!!

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal .............!!
Selamat tinggal ................!!

Dari: Deru Campur Debu


KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957



DERAI-DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah


Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi



AADC (I)

Kulari ke hutan
Kemudian menyanyiku
Kulari ke pantai
Kemudian teriakku
Sepi…
Sepi dan sendiri aku benci
Bosan aku dengan penat
Dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaja jika aku sendiri
Pecahkan saja gelasnya
Biar ramai
Biar mengaduh sampai gaduh
Ada malaikat menyulap jaring
Laba-laba belang ditembok keraton putih
Kenapa tak goyahkan saja loncengnya
Biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan
Belok ke pantai


AADC (II)
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Dihiasi rona jingga dalam wajahmu
Seperti bulan lelap tidur dihatimu
Yang berdinding kelam
Dan kedinginan
Ada apa dengannya
Meninggalkan hati untuk dicaci
Baru sekali ini aku lihat
Karena sorga dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta
Tapi pasti aku akan kembali dalam satu purnama
Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku
Karena aku inginkan itu saja






KANGEN
Oleh : W. S. Rendra
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
Menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
Kau tak akan mengerti segala lukaku
Kerna cinta telah sembunyikan pisaunya
Membayangkan wajahmu adalah siksa
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan
Engkau telah menjadi racun bagi darahku
Apabila aku dalam kangen dan sepi
Itulah berarti
Aku tungku api




WAKTU
Oleh : W. S. Rendra
Waktu seperti burung tanpa hinggapan
Melewati hari-hari rubuh tanpa ratapan
Sayap-sayap mujizat terkebar dengan cekatan

Waktu seperti butir-butir air
Dengan nyanyi dan tangis angin silir
Berpejam mata dan pelesir tanpa akhir
Dan waktu juga seperti pawang tua
Menunjuk arah cinta dan keranda


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar